Keperawanan Bukan Sekedar Keutuhan Selaput Dara

Keperawanan Bukan Sekedar Keutuhan Selaput Dara

15

Perawan atau gadis dapat merujuk pada seorang wanita muda atau seorang wanita dewasa yang belum mempunyai suami atau di beberapa kebudayaan merujuk pada wanita yang belum pernah melakukan hubungan seksual atau sanggama dengan seorang pria. Secara fisik, seorang perawan biasanya ditandai dengan utuhnya selaput dara yang berada pada daerah vagina.

Pada kenyataannya menurut saya tidak sesederhana ini keperawanan dibahas. Urusan selaput tipis milik wanita yang jika dibahas lebih lanjut sebenarnya belum diketahui apa fungsi anatomiknya dalam seorang wanita selain mengeluarkan darah ketika sobek, hal inilah yang sering disalah artikan oleh banyak lelaki, bahwa seorang perawan harus “berdarah” ketika ia pertama kali melakukan “hubungan”. Padahal pada kenyataannya tak semua wanita mengeluarkan darah ketika ia melakukan “hubungan” untuk permakalinya. hal inilah yang selalu menjadi sangat panjang dan penuh dengan polemik ketika dibahas. Survey yang dilakukan seputar keperawanan jawabannya selalu variatif dan subjektif pada setiap orang tergantung dari sudut mana ia meninjau keperawanan tersebut.

Pendidikan seks yang di dapat dari sekolah maupun dari orang tua biasanya hanya menekankan pada betapa pentingnya menjaga keperawanan bagi seorang wanita, agar milik yang “berharga” ini kelak menjadi hadiah yang sangat spesial untuk suami tercinta ketika menikah nanti, dan mliknya yang “berharga” ini adalah hal yang perlu dijaga untuk menjaga harkat dan martabat dari keluarganya.

keperawanan

Ini pandangan penulis mengenai keperawanan : “Harga diri wanita tidak diukur dari utuhnya selaput dara, namun menjaga keperawan adalah salah satu cara penting yang menunjukkan bagaimana wanita menghargai dirinya sendirinya”. Keperawanan bukan komoditi. Keperawanan bukan menjadi sesuatu yang diumbar dan dipatok nilai jualnya untuk kemudian menukarnya dengan pinangan seorang pria. Betapa rendahnya nilai wanita jika ukuran keperawanan hanya diartikan seminim itu.

Selaput dara yang terletak di dalam organ intim wanita itu menunjukkan dengan jelas bahwa itu adalah hak milik wanita. Hendak diberikan kepada siapa, dan kapan diberikan atau diapakan, sejatinya menjadi hak sepenuhnya sang pemilik. Wawasan bahwa keperawanan merupakan sesuatu hal yang dapat memuaskan lelaki hanya karena pria merasa menjadi “tangan pertama” sunguh melecehkan harga diri wanita. Wanita seharusnya menjaga apa yang menjadi miliknya karena dia menghargai dirinya sendiri. Kemudian milik yang “berharga” itu diberikan kepada suaminya pada waktu yang tepat, maka itu adalah efek samping yang indah dan tentu dengan suka cita diterima oleh sang “penerima”.

Menurut pandangan penulis, hanya dengan menanamkan pengertian yang benar tentang keperawanan, maka seks bebas dan pandangan keliru mengenai “nilai” selaput dara ini dapat diminimalkan. “Menanamkan pentingnya “mengharga diri sendiri “ dan pemahaman bahwa segala tindakan diperlukan tanggung jawab, maka pada dasar itulah wanita membentuk konsep yang baik dan benar mengenai seksualitasnya. Bahwa penghargaan orang lain terhadap diri kita , selalu berbanding lurus dengan berapa besarnya kita menghargai diri sendiri.”

Kepada para wanita, “semoga kita dapat hargai diri kita sendiri karena memang sebenarnya  kita sangat berharga”. Lengkapi diri dengan pendidikan dan ilmu semaksimal mungkin. Dalami ajaran agama masing masing dengan selalu berprinsip bahwa Tuhan itu baik bagi semua manusia, dan lewat ajaran agama yang benar, maka kita memiliki penerangan dalam kegelapan, memiliki kompas ketika tersesat, memiliki harapan dan jalan keluar ketika kesulitan hidup terasa begitu menekan.

Ketika wanita menyadari betapa berharga dirinya, dan mampu mencintai dirinya sebagai bentuk penghargaan dan rasa syukur kepada Tuhan dan orang tua yang sudah menjadikan dan membesarkan, maka secara otomatis wanita akan menjaga dirinya secara fisik dan mental sebagai bagian yang tidak terpisahkan dalam perilaku “menghargai diri sendiri” yang berkesinambungan.

Ketika keperawanan dinilai hanya sebatas selaput dara yang bisa dikoreksi dan dibetulkan kembali kepada bentuk fisiknya seperti semula denga tujuan meningkatkan “nilai jual” dan untuk memuaskan pria karena merasa menjadi “tangan pertama”, maka pada titik itulah sebenarnya keperawanan tidak memiliki nilai, namun menjadi “komoditi” yang bisa diperjual belikan. Wanita yang menghormati dan menghargai dirinya sendiri, akan sangat memahami kepada siapa rasa hormat dan penghargaan itu layak diberikan. Pria yang menghargai dan menghormati wanita, tidak akan pernah menilai wanita dari satu sudut pandang yang sempit, dan menuntut sesuatu yang berharga hanya untuk memuaskan egonya menjadi laki laki tangan pertama.

Ketika wanita memberikan sesuatu yang sangat dihargai dan dijaga kepada pria yang penuh penghargaan dan berintegritas tinggi , maka disitulah keperawanan itu bermetamoforsa menjadi sesuatu yang indah dan tak ternilai yang memang hanya pantas diberikan kepada penerima yang pantas.

semoga artikel ini bermanfaat 🙂

ADA KEKUATAN DALAM NIAT

ADA KEKUATAN DALAM NIAT – Dahulu ada seseorang dari Bani Israil yang alim dan rajin beribadah kepada Allah SWT. Suatu ketika ia didatangi sekelompok orang. Mereka berkata, ”Di daerah ini ada suatu kaum yang tidak menyembah Allah, tapi menyembah pohon.” Mendengar hal itu ia segera mengambil kampak dan bergegas untuk menebang pohon itu. Melihat gelagat tersebut, iblis mulai beraksi dan berusaha menghalangi niat orang alim itu. Ia mengecohnya dengan menyamar sebagai orang tua renta yang tak berdaya. Didatanginya orang itu setelah ia tiba di lokasi pohon yang dimaksud.

”Apa yang hendak kau lakukan?” tanya iblis. Orang alim itu menjawab, ”Aku mau menebang pohon ini!”

“Apa salahnya pohon ini?” tanya iblis lagi.

“Ia menjadi sesembahan orang-orang selain Allah. Ketahuilah ini bukan termasuk ibadahku.” Jawab orang alim itu.

Tentu saja iblis tidak menginginkan niat orang itu terlaksana dan tetap berusaha untuk menggagalkannya.

Karena iblis berusaha menghalang-halanginya, orang alim itu membanting iblis dan menduduki dadanya. Di sinilah iblis yang licik mulai beraksi. ”Lepaskan aku supaya aku dapat menjelaskan maksudku yang sebenarnya,” kata iblis.

Orang alim itu kemudian berdiri meninggalkan iblis sendirian. Tapi ia tidak putus asa. ”Hai orang alim, sesungguhnya Allah telah menggugurkan kewajiban ini atas dirimu karena engkau tidak akan menyembah pohon ini. Apakah engkau tidak tahu bahwa Allah mempunyai Nabi dan Rasul yang harus melaksanakan tugas ini.”

Orang alim tersebut tak mempedulikannya dan tetap bersikeras untuk menebang pohon itu. Melihat hal itu, iblis kembali menyerang. Tapi orang alim itu dapat mengalahkanya kembali. Merasa jurus pertamanya gagal, iblis menggunakan jurus kedua. Ia meminta orang alim itu untuk melepaskan injakan di dadanya.

”Bukankah engkau seorang yang miskin. Engkau juga sering meminta-minta untuk kelangsungan hidupmu,” tanya iblis.

”Ya, memang kenapa,” jawab orang itu tegas, menunjukkan bahwa ia tak akan tergoda.

“Tinggalkan kebiasaan yang jelek dan memalukan itu. Aku akan memberimu dua dinar setiap malam untuk kebutuhanmu agar kamu tidak perlu lagi meminta-minta. Ini lebih bermanfaat untukmu dan untuk kaum muslimin yang lain daripada kamu menebang pohon ini,” kata Iblis merayu.

Orang itu terdiam sejenak. Terbayang berbagai kesulitan hidup seperti yang didramatisasi iblis.

Continue reading